Senin, 21 Juli 2014

konservasi arsitektur (jawa timur)



Arsitekur Jawa Timur
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JAWA TIMUR
Surabaya merupakan ibukota provinsi ini dengan komposisi masyarakat yang beragam. Mayoritas penduduk daerah ini adalah suku Jawa, tetapi di pulau Madura didiami oleh suku Madura. Selain penduduk asli, Jawa Timur juga merupakan tempat tinggal bagi para pendatang. Orang Tionghoa adalah minoritas yang cukup signifikan dan mayoritas di beberapa tempat, diikuti dengan Arab; mereka umumnya tinggal di daerah perkotaan. Suku Bali juga tinggal di sejumlah desa di Kabupaten Banyuwangi. Dewasa ini banyak ekspatriat tinggal di Jawa Timur, terutama di Surabaya dan sejumlah kawasan industri lainnya. Dan juga system kekerabatan yang dianut masyarakat jawa timur adalah Patrinialisme.
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang berlaku secara nasional, namun demikian Bahasa Jawa dituturkan oleh sebagian besar Suku Jawa. Bahasa Madura dituturkan oleh Suku Madura di Madura maupun dimanapun mereka tinggal.
Suku Jawa umumnya menganut agama Islam, sebagian menganut agama Kristen dan Katolik, dan ada pula yang menganut Hindu dan Buddha. Sebagian orang Jawa juga masih memegang teguh kepercayaan Kejawen. Agama Islam sangatlah kuat dalam memberi pengaruh pada Suku Madura. Suku Osing umumnya beragama Islam. Sedangkan Suku Tengger menganut agama Hindu. Orang Tionghoa umumnya menganut Konghucu, meski ada pula sebagian yang menganut Buddha, Kristen, dan Katolik; bahkan Masjid Cheng Ho di Surabaya dikelola oleh orang Tionghoa dan memiliki arsitektur layaknya kelenteng.
ARSITEKTUR BANGUNAN
Bentuk arsitektur di Jawa Timur umumnya mirip dengan bentuk arsitektur di Jawa Timur. Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep).
Bangunan yang berbentuk Joglo :




Keterangan :
Rumah serotong pada umumnya dimiliki oleh penduduk asli, sedangkan rumah joglo dahulu hanya dimiliki oleh para bangsawan serta keturunannya, juga rumah-rumah kepala desa, sehingga nampak megah dan berwibawa.
ORIENTASI, DENAH DAN TATA RUANG RUMAH ADAT :
Arah hadap rumah harus ke selatan, dengan maksud agar pemilik rumah tidak memangku G. Muria (yang terletak di sebelah utara) sehingga tidak memperberat kehidupan sehari-hari.
Tetapi beberapa sumber juga mengatakan Arah utara-selatan biasa dijumpai pada rumah rakyat kebanyakan, sedangkan arah timur-barat hanya dapat ditemukan pada rumah kerabat Kraton atau bangsawan.
Dan arah lain yang juga menjadi pedoman untuk menentukan arah rumah adalah di bagian depan menghadap himpunan air (bandaran agung) dan bagian belakang membelakangi dataran tinggi, bukit atau gunung.


4. Gandhok dan pawon.

Pendopo (pendhapa) yaitu bagian depan rumah yang terbuka dan berbentuk segi empat dengan empat tiang (saka guru) yang merupakan tempat tuan rumah menyambut dan menerima tamu-tamunya. Pendhapa terbuka tanpa batas melambangkan sikap keterbukaan pemilik rumah terhadap siapa saja yang datang.
Pringgitan, ruang yang masih berfungsi sebagai ruang publik adalah ruang peralihan dari pendopo menuju ke dalem ageng dan juga berfungsi sebagai tempat mengadakan pertunjukan wayang kulit pada acara-acara tertentu.
Dalem Ageng merupakan ruang privat sebab di dalamya terdapat tiga senthong atau tiga kamar. Senthong tengah atau krobongan merupakan tempat paling suci/privat bagi penghuninya. Sedangkan senthong kiwa dan senthong tengen berfungsi sebagai ruang tidur anggota keluarga. Senthong kiwa merupakan ruang tidur anggota keluarga laki-laki dan senthong tengen berfungsi sebagai ruang tidur anggota keluarga perempuan.
Gandhok dan Pawon
Ruangan di bagian belakang dinamakan gandhok yang memanjang di sebelah kiri dan kanan pringgitan dan dalem. Juga terdapat pawon yang berfungsi sebagai dapur dan pekiwan sebagai wc/toilet. Ruangan-ruangan tersebut terpisah dari ruangan-ruangan utama, apalagi dari ruangan yang bersifat sakral/suci bagi penghuninya.
Pola organisasi ruang dalam rumah tradisi Jawa dibuat berdasarkan tingkatan atau nilai masing-masing ruang yang terurut mulai dari area publik menuju area private atau sakral. Pembagian ruang simetris dan menganut pola closed ended plan yaitu simetris keseimbangan yang berhenti dalam suatu ruang, yaitu senthong tengah
Zoning :
  1. Pendopo (pendhapa)
  2. Pringgitan
  3. Senthong
  4. Gandhok dan Pawon

Sirkulasi
Alur sirkulasi mengarah dari depan ke belakang
Pondasi yang digunakan adalah bebatur yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya. Diatas bebatur ini dipasang umpak yang sudah diberi purus wedokan. Konstruksi memiliki struktur stabil, karena hanya struktur kolom bergabung atas pondasi / umpak dengan "purus". Ada yang berbeda dengan landasan beton, jadi jika terjadi getaran, gedung ini bergoyang-goyang mengikuti gravitasi bumi. Ketika gempa datang, gedung ini tetap akan stabil karena bisa mengikuti arah gerakan gravitasi bumi, maka tidak dapat membuat struktur kolom yang patah.
  • Terdapat 4 saka guru sebagai penahan atap brunjung yang membentuk ruang pamidangan yang merupakan ruang pusat dan 12 saka pananggap yang menyangga atap pananggap( tiang pengikut), masing-masing saka ditopang oleh umpak menggunakan sistem purus
  • Memakai blandar, pengeret, sunduk, serta kilil. masing- masing blandar dan pengeret dilengkapi dengan sunduk dan kili sebagai stabilisator.
  • Menggunakan tumpang dengan 5 tingkat. Balok pertama disebut pananggap, balok ke dua disebut tumpang, balok ke tiga dan empat disebut tumpangsari, dan balok terakhir merupakan tutup kepuh yang berfungsi sebagai balok tumpuan ujung- ujung usuk atap.
  • Uleng/ruang yang terbentuk oleh balok tumpang di bawah atap ada 2 (uleng ganda)
  • Terdapat godhegan sebagai stabilisator yang biasanya berbentuk ragam hias ular-ularan.
  • Menggunakan atap sistem empyak. 4 sistem empyak yang digunakan : brunjung dan cocor pada bagian atas, serta pananggap dan penangkur di bagian bawah
  • Terdapat balok molo pada bagian paling atas yang diikat oleh kecer dan dudur.
  • Menggunakan usuk peniyung yaitu usuk yang dipasang miring atau memusat ke molo. Joglo ini juga tidak memiliki emper
Tiang
Tiang utama pada bangunan ini disebut saka guru.




Atap
index.jpg




Rabu, 29 Januari 2014

ANALISIS BANGUNAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE IMPRESSIONIS



ANAK-ANAK BAGAIKAN RAJA DAN RATU

Istana Anak-Anak Indonesia atau biasa juga dikenal dengan Graha Widya Tama. Bentuk arsitektur istananya dibangun menyerupai dongeng Cinderella dan terbuat dari tegel berwarna merah, sangat cocok menjadi tempat bermain anak-anak. Dalam istana ini terdapat peragaan dari berbagai macam alat-alat permainan tradisional anak. Sementara di sekitar area istana, terdapat tempat bermain seperti rumah bola dan telepon cerita, bukan hanya itu dalam Graha Widya Tama juga terdapat kolam renang Sendang Sejodo untuk anak-anak.


Mengapa dinamakan “Istana” anak-anak? Karena di pusat bermain anak-anak itu, anak-anak adalah bagaikan “Raja” dan “Ratu”. Mereka diberi kesempatan untuk bermain sebebas-bebasnya, tanpa hambatan dari siapapun. Mereka bebas mengembangkan khayalannya, mencoba kreasinya dan menguji kemampuannya. Istana anak-anak Indonesia ada ruang dan bangunan yang dapat kita lihat dan nikmati. Plaza Gajah merupakan sebuah plasa terbuka, tepatnya halaman depan dari bangunan utama, merupakan ruang penerimaan yang dipagari dengan pagar tembok pendek.

Istana Anak-anak TMII memungkinkan anak Anda menjadi raja sehari di wahana yanh dirancang secara khusus sehingga menyerupai istana sungguhan. Di istana ini anak Anda bisa berperan menjadi sang raja dengan saudara-saudara (termasuk Anda) sebagai bawahan yang melayaninya. Istana Anak-anak ini memiliki bangunan yang menjulang tinggi yang menjadi ciri khas dan daya tarik utamanya.

Istana ini dilengkapi dengan dua buah bangunan kecil seolah-olah tempat pengawal yang menjaga “Istana”, tetapi fungsinya adalah sebagai tempat penjualan tiket. Gedung utama bangunan ini merupakan symbol dari sebuah “Istana” Raja-raja jaman dahulu dalam cerita atau dongeng anak-anak. Istana ini mempunyai dua buah
sayap bangunan yang melambangkan kebersamaan anak- anak pria dan wanita dalam kegiatannya untuk mencapai prestasi setinggi langit yang dilambangkan dengan dua buah menara yang menjulang tinggi ke angkasa. Menara ini juga merupakan symbol dari peran Ayah-Ibu yang selalu siap berada di tengah-tengah anak-anak untuk membimbing, mengasuh dan mengawasi segala kegiatan
anak-anaknya.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai anak-anak dan berharap supaya semua orang menganggap setiap hari adalah hari anak.
-Kak Seto-

ANALISIS BANGUNAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE TERUKUR


Monas atau Monumen Nasional merupakan icon kota Jakarta. Terletak di pusat kota Jakarta, menjadi tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Monas didirikan pada tahun 1959 dan diresmikan dua tahun kemudian pada tahun 1961.
Monas mulai dibangun pada bulan Agustus 1959. Keseluruhan bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Pada tanggal 17 Agustus 1961, Monas diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dan mulai dibuka untuk umum sejak tanggal 12 Juli 1975.
Tugu Monas didirikan di tengah lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, tepat di depan Istana Negara, di atas areal tanah seluas 80 hektar. Lokasinya yang sangat strategis karena di tengah kota dan dekat dengan stasiun Gambir, menjadikannya sebagai salah satu tujuan wisata warga ibukota dan sekitarnya bersama keluarga,
Monas dibangun setinggi 132 meter dan berbentuk lingga yoni. Seluruh bangunan ini dilapisi oleh marmer.




  • Lidah Api
Di bagian puncak terdapat cawan yang di atasnya terdapat lidah api dari perunggu yang tingginya 17 meter dan diameter 6 meter dengan berat 14,5 ton. Lidah api ini dilapisi emas seberat 45 kg. Lidah api Monas terdiri atas 77 bagian yang disatukan.
  • Pelataran Puncak
Pelataran puncak luasnya 11×11 m. Untuk mencapai pelataran puncak, pengunjung bisa menggunakan lift dengan lama perjalanan sekitar 3 menit. Di sekeliling lift terdapat tangga darurat. Dari pelataran puncak Monas, pengunjung bisa melihat gedung-gedung pencakar langit di kota Jakarta.

  • Pelataran Bawah
Pelataran bawah luasnya 45×45 m. Tinggi dari dasar Monas ke pelataran bawah yaitu 17 meter. Di bagian ini pengunjung dapat melihat Taman Monas yang merupakan hutan kota yang indah.

  • Museum Sejarah Perjuangan Nasional
Di bagian bawah Monas terdapat sebuah ruangan yang luas yaitu Museum Nasional. Tingginya yaitu 8 meter. Museum ini menampilkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Luas dari museum ini adalah 80×80 m. Pada keempat sisi museum terdapat 12 diorama (jendela peragaan) yang menampilkan sejarah Indonesia dari jaman kerajaan-kerajaan nenek moyang Bangsa Indonesia hingga G30S PKI.

Proses pembuatan Monas tidak lepas dari ilmu matematika. Salah satunya dalam menetapkan ukuran atau luas dari setiap bagian Monas.