Arsitekur Jawa Timur
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL JAWA TIMUR
Surabaya merupakan ibukota provinsi
ini dengan komposisi masyarakat yang beragam. Mayoritas penduduk daerah ini
adalah suku Jawa, tetapi di pulau Madura didiami oleh suku Madura. Selain
penduduk asli, Jawa Timur juga merupakan tempat tinggal bagi para pendatang.
Orang Tionghoa adalah minoritas yang cukup signifikan
dan mayoritas di beberapa tempat, diikuti dengan Arab;
mereka umumnya tinggal di daerah perkotaan. Suku Bali
juga tinggal di sejumlah desa di Kabupaten Banyuwangi. Dewasa ini banyak
ekspatriat tinggal di Jawa Timur, terutama di Surabaya dan sejumlah kawasan
industri lainnya. Dan juga system kekerabatan yang dianut masyarakat jawa timur
adalah Patrinialisme.
Bahasa Indonesia
adalah bahasa resmi yang berlaku secara nasional, namun demikian Bahasa Jawa
dituturkan oleh sebagian besar Suku Jawa. Bahasa Madura
dituturkan oleh Suku Madura di Madura maupun dimanapun mereka tinggal.
Suku Jawa umumnya menganut agama Islam, sebagian menganut
agama Kristen
dan Katolik,
dan ada pula yang menganut Hindu
dan Buddha.
Sebagian orang Jawa juga masih memegang teguh kepercayaan Kejawen.
Agama Islam sangatlah kuat dalam memberi pengaruh pada Suku Madura. Suku Osing
umumnya beragama Islam. Sedangkan Suku Tengger menganut agama Hindu. Orang
Tionghoa umumnya menganut Konghucu, meski ada pula sebagian yang menganut Buddha,
Kristen, dan Katolik; bahkan Masjid Cheng Ho
di Surabaya dikelola oleh orang Tionghoa dan memiliki arsitektur layaknya
kelenteng.
ARSITEKTUR BANGUNAN
Bentuk arsitektur di Jawa Timur umumnya mirip dengan
bentuk arsitektur di Jawa Timur. Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki
bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak),
bentuk srontongan (empyak setangkep).
Bangunan yang berbentuk Joglo :
Keterangan :
Rumah serotong pada umumnya dimiliki oleh penduduk
asli, sedangkan rumah joglo dahulu hanya dimiliki oleh para bangsawan serta
keturunannya, juga rumah-rumah kepala desa, sehingga nampak megah dan
berwibawa.
ORIENTASI, DENAH DAN TATA RUANG RUMAH ADAT :
Arah hadap rumah harus ke selatan, dengan maksud agar
pemilik rumah tidak memangku G. Muria (yang terletak di sebelah utara) sehingga
tidak memperberat kehidupan sehari-hari.
Tetapi beberapa sumber juga mengatakan Arah
utara-selatan biasa dijumpai pada rumah rakyat kebanyakan, sedangkan arah
timur-barat hanya dapat ditemukan pada rumah kerabat Kraton atau bangsawan.
Dan arah lain yang juga menjadi pedoman untuk
menentukan arah rumah adalah di bagian depan menghadap himpunan air (bandaran
agung) dan bagian belakang membelakangi dataran tinggi, bukit atau gunung.
|
Pendopo (pendhapa) yaitu bagian depan rumah yang
terbuka dan berbentuk segi empat dengan empat tiang (saka guru) yang merupakan
tempat tuan rumah menyambut dan menerima tamu-tamunya. Pendhapa terbuka tanpa
batas melambangkan sikap keterbukaan pemilik rumah terhadap siapa saja yang
datang.
Pringgitan, ruang yang masih berfungsi sebagai ruang publik
adalah ruang peralihan dari pendopo menuju ke dalem ageng dan juga berfungsi
sebagai tempat mengadakan pertunjukan wayang kulit pada acara-acara tertentu.
Dalem Ageng merupakan ruang privat sebab di dalamya
terdapat tiga senthong atau tiga kamar. Senthong tengah atau krobongan
merupakan tempat paling suci/privat bagi penghuninya. Sedangkan senthong kiwa
dan senthong tengen berfungsi sebagai ruang tidur anggota keluarga. Senthong
kiwa merupakan ruang tidur anggota keluarga laki-laki dan senthong tengen
berfungsi sebagai ruang tidur anggota keluarga perempuan.
Gandhok dan Pawon
Ruangan di bagian belakang dinamakan gandhok yang
memanjang di sebelah kiri dan kanan pringgitan dan dalem. Juga terdapat pawon
yang berfungsi sebagai dapur dan pekiwan sebagai wc/toilet. Ruangan-ruangan
tersebut terpisah dari ruangan-ruangan utama, apalagi dari ruangan yang
bersifat sakral/suci bagi penghuninya.
Pola organisasi ruang dalam rumah tradisi Jawa dibuat
berdasarkan tingkatan atau nilai masing-masing ruang yang terurut mulai dari
area publik menuju area private atau sakral. Pembagian ruang simetris dan
menganut pola closed ended plan yaitu simetris keseimbangan yang berhenti dalam
suatu ruang, yaitu senthong tengah
Sirkulasi
Alur sirkulasi mengarah dari depan
ke belakang
Pondasi yang digunakan adalah
bebatur yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah
disekelilingnya. Diatas bebatur ini dipasang umpak yang sudah diberi purus
wedokan. Konstruksi memiliki struktur stabil, karena hanya struktur kolom
bergabung atas pondasi / umpak dengan "purus". Ada yang berbeda
dengan landasan beton, jadi jika terjadi getaran, gedung ini bergoyang-goyang
mengikuti gravitasi bumi. Ketika gempa datang, gedung ini tetap akan stabil
karena bisa mengikuti arah gerakan gravitasi bumi, maka tidak dapat membuat
struktur kolom yang patah.
Tiang
Tiang
utama pada bangunan ini disebut saka guru.
Atap
|