Selasa, 28 Januari 2014

ANALISIS BANGUNAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE INTERPRETIF



KRITIK INTERPRETIF
• Kritikus sebagai seorang interpreter atau pengamat yang sangat personal
• Bentuk kritik cenderung subjektif namun tanpa ditunggangi oleh klaim doktrin, klaim objektifitas melalui pengukuran yang terevaluasi.
• Mempengaruhi pandangan orang lain untuk bisa memandang sebagaimana yang kita lihat
• Menyajikan satu perspektif baru atas satu objek atau satu cara baru memandang bangunan (biasanya perubahan cara pandang dengan “metafor” terhadap bangunan yang kita lihat)
• Melalui rasa artistiknya mempengaruhi pengamat merasakan sama sebagaimana yang ia alami
• Membangun satu karya “bayangan” yang independen melalui bangunan sebagaimana miliknya,ibarat sebuah kendaraan.
Objek Yang Dianalisis : Gereja Katedral

Dengan adanya perubahan politik di Belanda khususnya yaitu perebutan tahta Negeri Belanda oleh Raja Lodewijk, seorang Katolik, Hindia (Indonesia) pun mendapatkan pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui oleh pemerintah. Misa kudus pertama dirayakan di gereja darurat (kira-kira di tempat parkir Masjid Istiqlal). 

Karena dirasa perlu adanya  sebuah rumah ibadat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan umat, pada 2 Februari 1810, Pastor J. Nelissen, Pr mendapat sumbangan sebuah kapel dari Gubernur-Jenderal Meester Herman, yaitu sebuah kapel sederhana yang terletak di pinggir jalan Kenanga. Kapel ini sebelumnya dipakai oleh jemaat Protestan yang berbahasa Melayu dan pada hari biasa dipakai sebagai  sekolah. Karena kondisi bangunan yang kurang layak, Pastor Nelissen segera mengerahkan sejumlah orang untuk merenovasi. Kapel inilah yang menjadi Gereja Katolik pertama di Batavia. 


Pada tanggal 27 Juli 1826, terjadi kebakaran di Segitiga Senen. Pastoran turut lebur menjadi abu bersama dengan 180 rumah lainnya, sementara itu gedung gereja selamat namun gedungnya sudah rapuh juga dan tidak dapat digunakan lagi.

Karena melihat kebutuhan umat yang mendesak, Ghisignies sebagai Komisaris Jendral mengusahakan tempat untuk mendirikan gereja baru. Setelah gereja baru sudah dibangun, hampir 10 tahun kemudian ditemukan gedung gereja yang mulai rusak. Hal ini cukup mencemaskan para imam gereja dan tidak lama kemudian, ketika para pastor memasuki misa, bangunan gereja ambruk disertai suara gemuruh yang  mengerikan. Hari itu tepat 3 hari sesudah perayaan paskah. Kondisi gereja saat itu sangat parah dan tidak memungkinkan untuk penyelenggraan misa. 

Lalu dibangunlah gereja baru dengan konsep yang lebih matang. Berbagai peristiwa mewarnai lebih dari 100 tahun berdirinya Gereja Katedral ini, namun bangunan yang akhirnya menjadi cagar budaya ini tetap menjadi salah satu bangunan bersejarah yang kokoh berdiri, indah dan mempesona hingga hari ini.

Hampir seluruh bagian dari gereja ini memiliki makna di balik penempatan dan pembuatannya. Dari sekedar ornamen hingga struktur bangunannya tidak lepas dari pemaknaan.
Selain menjadi devosi bagi Bunda Maria lewat ornamen, patung, dan jendela, denah gereja ini bahkan berbentuk salib. Karena dibangun dengan menggunakan gaya arsitektur neo-gothic seperti bangunan-bangunan lain di Eropa pada awal abad ke-20, di gereja ini Anda akan sering bertemu dengan berbagai bentuk daun dan bunga.
Koordinator Museum Katedral Susyana Suwadie mengatakan, konsep zaman Gothic timbul karena keinginan memurnikan kembali hubungan antara manusia dengan Tuhan. Karena itulah, bentuk-bentuk lengkungan yang mengerucut ke atas menyerupai daun akan mudah Anda temukan di dalam Katedral.
Salah satu contoh kerucut daun itu hadir pada langit-langit gereja. Ia menjadi perlambang akan hubungan antara manusia dengan keagungan Sang Pencipta.
Namun, meski sama-sama dibangun dengan gaya neo-gothic, Gereja Katedral memiliki perbedaan dengan gereja lain di Eropa. Perbedaan unik tersebut berada pada bahan pembuat dinding Katedral. Jika pada umumnya Katedral dibuat menggunakan batu alam, Katedral Jakarta justru menggunakan batu bata.
Kemungkinan besar, material lokal ini dipilih untuk mengantisipasi gempa yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Hanya rangka besi yang didatangkan langsung dari Belanda. Selain itu, batu bata dan kayu jati untuk langit-langit Katedral merupakan hasil bumi Indonesia.
Semakin mengagumi eksterior serta konstruksi gereja ini, Anda juga akan semakin kagum dengan interior gereja yang dibuat dengan penuh perhatian dan detil. Di dalam, Anda akan menemukan setidaknya sembilan ruangan.
Ruangan pertama yang Anda temukan jika masuk melalui pintu utama adalah sebuah foyer. Susy mengatakan, sangat penting menghadirkan ruang kecil ini bagi umat.
"Zoning atau orientasi ruangan membantu siapapun yang masuk ke ruangan agar mampu menyesuaikan diri untuk menghadapi ruang yang lebih suci," ujarnya.
Melewati foyer, Anda akan menjumpai "panti umat", yaitu sebuah ruangan besar berisi deretan kursi panjang tempat umat beribadah. Ruangan ini dapat menampung hingga 700 umat.
Selain berisi deretan kursi, di tempat ini juga terdapat mimbar buatan Firma Te Poel & Stoltefusz dari Den Haag. Mimbar dengan penutup menyerupai kerang ini memiliki detil sangat unik dan mengagumkan.
Anda juga akan menemukan tiga level dalam mimbar tersebut. Level paling bawah berukir berbagai hewan, makhluk-makhluk penghuni neraka. Level di tengah berisi cerita ketika Yesus tengah mengabarkan Injil.
Adapun level teratas menggambarkan surga. Kerang yang tampak seperti "tudung" mimbar ini sendiri berfungsi sebagai akustik yang mampu membesarkan suara imam ketika menyampaikan kotbah.
Di kanan dan kiri "panti umat" masing-masing terdapat dua ruang tempat umat menjalankan sakramen pengakuan dosa. Meski tidak dibatasi dinding, di depan "panti umat" terdapat ruangan bernama "panti imam" yang sedikit lebih tinggi dari "panti umat".
"Panti imam" merupakan tempat altar utama, serta Altar Santa Maria di sebelah kiri, dan Altar Santo Yosef di sebelah kanan. Selain itu, di "panti imam" ini juga terdapat tahta uskup yang dikenal dengan sebutan "Kathedra" di sisi kiri altar utama.
Di belakang "panti imam", Anda akan menemukan ruang sakristi. Ruang dengan akses pintu dari kanan dan kiri altar tersebut berfungsi sebagai ruang bersiap bagi para imam dan para petugas misa. Selain itu, ruang ini juga berfungsi sebagai ruang penyimpanan keperluan misa.
Bagian terakhir gereja ini adalah ruang mezzanine atau balkon. Dari ruang ini, Anda dapat langsung melihat mimbar di bawahnya.
Ruang ini dapat Anda akses melalui tangga lewat pintu yang berada tidak jauh dari pintu masuk utama setelah melewati foyer. Ruang tersebut kini digunakan sebagai lokasi Museum Katedral dan tempat menaruh orgel.
Gedung Katedral ini dibangun dengan arsitektur neo-gothik, sebuah gaya seni arsitektur dari Eropa yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja pada sekitar abad ke-12 dan 13. Dari depan, tampak tiga puncak menara yang menjulang tinggi. Sebuah menara kecil di atas dan di tengah-tengah atap, yaitu Menara Angelus Dei menjulang setinggi 45 meter dari lantai. Menara ini diapit dengan dua menara yang menjulang setinggi 60 meter di sisi kiri dan kanannya.

Selain digunakan sebagai tempat untuk umat Katholik melakukan misa (beribadah), di dalam 
 gedung gereja ini juga terdapat sebuah museum kecil yang menyimpan berbagai koleksi barang-barang gereja yang kuno dan unik; misalnya patung Bunda Maria bersanggul a la Jawa, Piala yang digunakan oleh Paus Yohanes Paulus II, Surat ijin dari Kantor Gubernur Jenderal, Buku Pemberkatan Perkawinan Tahun 1886, Buku Baptis tahun 1811, dan masih banyak lagi. Untuk informasi saja, Museum Gereja Katedral buka pada hari Senin, Rabu dan Jumat, dari jam 10.00-12.00 WIB.

Di dalam gedung gereja, kalian juga bisa melihat orgel kuno dari Belgia yang hingga saat ini masih dapat digunakan, lonceng kuno dari tahun 1830-an, dan juga mimbar tempat Pastur pada zaman dahulu melakukan homili (khotbah), namun saat ini sudah tak dipakai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar