KRITIK
INTERPRETIF
• Kritikus sebagai seorang interpreter atau pengamat
yang sangat personal
• Bentuk kritik cenderung subjektif namun tanpa
ditunggangi oleh klaim doktrin, klaim objektifitas melalui pengukuran yang
terevaluasi.
• Mempengaruhi pandangan orang lain untuk bisa
memandang sebagaimana yang kita lihat
• Menyajikan satu perspektif baru atas satu objek atau
satu cara baru memandang bangunan (biasanya perubahan cara pandang dengan
“metafor” terhadap bangunan yang kita lihat)
• Melalui rasa artistiknya mempengaruhi pengamat
merasakan sama sebagaimana yang ia alami
• Membangun satu karya “bayangan” yang independen
melalui bangunan sebagaimana miliknya,ibarat sebuah kendaraan.
Objek Yang
Dianalisis : Gereja Katedral
Dengan
adanya perubahan politik di Belanda khususnya yaitu perebutan tahta Negeri
Belanda oleh Raja Lodewijk, seorang Katolik, Hindia (Indonesia) pun mendapatkan
pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui oleh
pemerintah. Misa kudus pertama dirayakan di gereja darurat (kira-kira di tempat
parkir Masjid Istiqlal).
Karena
dirasa perlu adanya sebuah rumah ibadat yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan umat, pada 2 Februari 1810, Pastor J. Nelissen, Pr mendapat
sumbangan sebuah kapel dari Gubernur-Jenderal Meester Herman, yaitu sebuah
kapel sederhana yang terletak di pinggir jalan Kenanga. Kapel ini sebelumnya
dipakai oleh jemaat Protestan yang berbahasa Melayu dan pada hari biasa dipakai
sebagai sekolah. Karena kondisi bangunan yang kurang layak, Pastor
Nelissen segera mengerahkan sejumlah orang untuk merenovasi. Kapel inilah
yang menjadi Gereja Katolik pertama di Batavia.
Pada tanggal
27 Juli 1826, terjadi kebakaran di Segitiga Senen. Pastoran turut lebur menjadi
abu bersama dengan 180 rumah lainnya, sementara itu gedung gereja selamat namun
gedungnya sudah rapuh juga dan tidak dapat digunakan lagi.
Karena
melihat kebutuhan umat yang mendesak, Ghisignies sebagai Komisaris Jendral
mengusahakan tempat untuk mendirikan gereja baru. Setelah gereja baru sudah
dibangun, hampir 10 tahun kemudian ditemukan gedung gereja yang mulai rusak.
Hal ini cukup mencemaskan para imam gereja dan tidak lama kemudian, ketika para
pastor memasuki misa, bangunan gereja ambruk disertai suara gemuruh
yang mengerikan. Hari itu tepat 3 hari sesudah perayaan paskah.
Kondisi gereja saat itu sangat parah dan tidak memungkinkan untuk penyelenggraan
misa.
Lalu
dibangunlah gereja baru dengan konsep yang lebih matang. Berbagai peristiwa
mewarnai lebih dari 100 tahun berdirinya Gereja Katedral ini, namun bangunan
yang akhirnya menjadi cagar budaya ini tetap menjadi salah satu bangunan
bersejarah yang kokoh berdiri, indah dan mempesona hingga hari ini.
Hampir
seluruh bagian dari gereja ini memiliki makna di balik penempatan dan
pembuatannya. Dari sekedar ornamen hingga struktur bangunannya tidak lepas dari
pemaknaan.
Selain
menjadi devosi bagi Bunda Maria lewat ornamen, patung, dan jendela, denah
gereja ini bahkan berbentuk salib. Karena dibangun dengan menggunakan gaya
arsitektur neo-gothic seperti
bangunan-bangunan lain di Eropa pada awal abad ke-20, di gereja ini Anda akan
sering bertemu dengan berbagai bentuk daun dan bunga.
Koordinator
Museum Katedral Susyana Suwadie mengatakan, konsep zaman Gothic timbul karena
keinginan memurnikan kembali hubungan antara manusia dengan Tuhan. Karena
itulah, bentuk-bentuk lengkungan yang mengerucut ke atas menyerupai daun akan
mudah Anda temukan di dalam Katedral.
Salah
satu contoh kerucut daun itu hadir pada langit-langit gereja. Ia menjadi
perlambang akan hubungan antara manusia dengan keagungan Sang Pencipta.
Namun,
meski sama-sama dibangun dengan gaya neo-gothic,
Gereja Katedral memiliki perbedaan dengan gereja lain di Eropa.
Perbedaan unik tersebut berada pada bahan pembuat dinding Katedral. Jika pada
umumnya Katedral dibuat menggunakan batu alam, Katedral Jakarta justru menggunakan
batu bata.
Kemungkinan
besar, material lokal ini dipilih untuk mengantisipasi gempa yang sewaktu-waktu
dapat terjadi. Hanya rangka besi yang didatangkan langsung dari Belanda. Selain
itu, batu bata dan kayu jati untuk langit-langit Katedral merupakan hasil bumi
Indonesia.
Semakin
mengagumi eksterior serta konstruksi gereja ini, Anda juga akan semakin kagum
dengan interior gereja yang dibuat dengan penuh perhatian dan detil. Di dalam,
Anda akan menemukan setidaknya sembilan ruangan.
Ruangan
pertama yang Anda temukan jika masuk melalui pintu utama adalah sebuah foyer. Susy mengatakan,
sangat penting menghadirkan ruang kecil ini bagi umat.
"Zoning atau orientasi
ruangan membantu siapapun yang masuk ke ruangan agar mampu menyesuaikan diri
untuk menghadapi ruang yang lebih suci," ujarnya.
Melewati
foyer, Anda akan
menjumpai "panti umat", yaitu sebuah ruangan besar berisi deretan
kursi panjang tempat umat beribadah. Ruangan ini dapat menampung hingga 700
umat.
Selain
berisi deretan kursi, di tempat ini juga terdapat mimbar buatan Firma Te Poel
& Stoltefusz dari Den Haag. Mimbar dengan penutup menyerupai kerang ini
memiliki detil sangat unik dan mengagumkan.
Anda
juga akan menemukan tiga level dalam mimbar tersebut. Level paling bawah
berukir berbagai hewan, makhluk-makhluk penghuni neraka. Level di tengah berisi
cerita ketika Yesus tengah mengabarkan Injil.
Adapun
level teratas menggambarkan surga. Kerang yang tampak seperti
"tudung" mimbar ini sendiri berfungsi sebagai akustik yang mampu
membesarkan suara imam ketika menyampaikan kotbah.
Di
kanan dan kiri "panti umat" masing-masing terdapat dua ruang tempat
umat menjalankan sakramen pengakuan dosa. Meski tidak dibatasi dinding, di
depan "panti umat" terdapat ruangan bernama "panti imam"
yang sedikit lebih tinggi dari "panti umat".
"Panti
imam" merupakan tempat altar utama, serta Altar Santa Maria di sebelah
kiri, dan Altar Santo Yosef di sebelah kanan. Selain itu, di "panti
imam" ini juga terdapat tahta uskup yang dikenal dengan sebutan
"Kathedra" di sisi kiri altar utama.
Di
belakang "panti imam", Anda akan menemukan ruang sakristi. Ruang
dengan akses pintu dari kanan dan kiri altar tersebut berfungsi sebagai ruang
bersiap bagi para imam dan para petugas misa. Selain itu, ruang ini juga
berfungsi sebagai ruang penyimpanan keperluan misa.
Bagian
terakhir gereja ini adalah ruang mezzanine
atau balkon. Dari ruang ini, Anda dapat langsung melihat mimbar di
bawahnya.
Ruang
ini dapat Anda akses melalui tangga lewat pintu yang berada tidak jauh dari
pintu masuk utama setelah melewati foyer.
Ruang tersebut kini digunakan sebagai lokasi Museum Katedral dan
tempat menaruh orgel.
Gedung Katedral ini dibangun dengan arsitektur neo-gothik, sebuah gaya seni
arsitektur dari Eropa yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja
pada sekitar abad ke-12 dan 13. Dari depan, tampak tiga puncak menara yang
menjulang tinggi. Sebuah menara kecil di atas dan di tengah-tengah atap, yaitu Menara
Angelus Dei menjulang setinggi 45 meter dari lantai. Menara ini diapit
dengan dua menara yang menjulang setinggi 60 meter di sisi kiri dan kanannya.
Selain digunakan sebagai tempat untuk umat Katholik melakukan misa (beribadah), di dalam
gedung gereja ini juga terdapat sebuah museum kecil yang menyimpan berbagai koleksi barang-barang gereja yang kuno dan unik; misalnya patung Bunda Maria bersanggul a la Jawa, Piala yang digunakan oleh Paus Yohanes Paulus II, Surat ijin dari Kantor Gubernur Jenderal, Buku Pemberkatan Perkawinan Tahun 1886, Buku Baptis tahun 1811, dan masih banyak lagi. Untuk informasi saja, Museum Gereja Katedral buka pada hari Senin, Rabu dan Jumat, dari jam 10.00-12.00 WIB.
Selain digunakan sebagai tempat untuk umat Katholik melakukan misa (beribadah), di dalam
gedung gereja ini juga terdapat sebuah museum kecil yang menyimpan berbagai koleksi barang-barang gereja yang kuno dan unik; misalnya patung Bunda Maria bersanggul a la Jawa, Piala yang digunakan oleh Paus Yohanes Paulus II, Surat ijin dari Kantor Gubernur Jenderal, Buku Pemberkatan Perkawinan Tahun 1886, Buku Baptis tahun 1811, dan masih banyak lagi. Untuk informasi saja, Museum Gereja Katedral buka pada hari Senin, Rabu dan Jumat, dari jam 10.00-12.00 WIB.
Di dalam gedung gereja, kalian juga bisa melihat orgel kuno dari Belgia yang hingga saat ini masih dapat digunakan, lonceng kuno dari tahun 1830-an, dan juga mimbar tempat Pastur pada zaman dahulu melakukan homili (khotbah), namun saat ini sudah tak dipakai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar